Metropolitan
Pemerintah AS Shut Down, Apa Dampaknya Terhadap Rupiah?

Pemerintah Amerika Serikat (AS) melakukan penutupan dan harus menghentikan sebagian besar operasionalnya karena Kongres gagal menyetujui anggaran belanja tahunan tepat waktu.
Hal ini menyebabkan pemadaman layanan yang dianggap tidak esensial, sementara layanan penting seperti kepolisian, militer, dan staf rumah sakit tetap berjalan tetapi gajinya bisa tertunda.
Shutdown terjadi akibat kebuntuan politik antara partai di DPR dan Senat dalam penetapan Rancangan Undang-Undang pendanaan.
Baca Juga: Rupiah Menguat, Harga Kebutuhan Pangan Masyarakat Berpeluang Turun
“Basis kiri ekstrem Partai Demokrat dan para senator kiri ekstrem telah menuntut pertikaian dengan presiden,” kata Senator John Thune, seorang Republikan dari South Dakota dan pemimpin mayoritas dikutip FT News, Rabu 1 Oktober 2025.
Presiden AS Donald Trump. [Istimewa]
"Dan para pemimpin Demokrat telah menyetujui tuntutan mereka. Dan tampaknya, rakyat Amerika harus menanggung akibatnya," tukasnya.
Baca Juga: Cadangan Devisa Indonesia Turun jadi 132,2 Miliar Dolar AS
Shutdown kali ini yang mulai berlaku pada 1 Oktober 2025 adalah yang pertama sejak 2018, terjadi karena perbedaan pendapat mengenai subsidi layanan kesehatan dan anggaran lainnya.
Presiden Donald Trump menyalahkan Partai Demokrat atas kegagalan ini dan mengancam akan memanfaatkan masa penutupan untuk memangkas program-program tertentu.
Dampak penutupan pemerintah Amerika Serikat terhadap layanan publik sehari-hari sangat terasa dan luas. Beberapa dampak utamanya adalah:
1. Penutupan sebagian besar kantor pemerintah, termasuk museum, taman nasional, dan gedung federal, sehingga warga tidak bisa mengakses layanan ini. Museum dan taman nasional tutup, mengganggu pariwisata dan rekreasi masyarakat.
2. Ratusan ribu pegawai pemerintah yang dianggap non-esensial dirumahkan tanpa digaji hingga anggaran disetujui, sementara pegawai esensial seperti mengatur lalu lintas udara, militer aktif, dan penegak hukum tetap bekerja tanpa dibayar sampai nanti ada persetujuan anggaran.
3. Layanan administrasi penting seperti pengeluaran paspor dan visa baru ditunda. Kantor pajak beroperasi minimal sehingga proses pengembalian dan penagihan pajak juga terhambat.
4. Program jaminan sosial, Medicare, dan Medicaid tetap berjalan tetapi ada kemungkinan penurunan kecepatan proses dan aplikasi karena berkurangnya staf.
5. Layanan pos, patroli perbatasan, dan penegak hukum tetap berjalan, namun banyak layanan lainnya seperti panggilan pusat dan hotline dihentikan.
6.Keamanan siber dan pembaruan sistem pemerintah mengalami gangguan akibat berkurangnya staf, sehingga keamanan data publik berpotensi terancam.
7. Bagi masyarakat umum, shutdown ini menimbulkan gangguan layanan online, lambatnya proses administrasi, dan mengganggu beberapa program pemerintah, yang berpotensi memperberat kondisi ekonomi rumah tangga terutama bagi pekerja federal yang dirumahkan.
Secara keseluruhan, shutdown menghambat operasi pemerintahan sehari-hari dan layanan publik yang menjadi andalan masyarakat, menyebabkan gangguan signifikan pada kehidupan warga AS selama periode tersebut.
Dampak Shutdown Terhadap Rupiah
Ilustrasi Rupiah. [Pexels]
Dampak shutdown pemerintah AS terhadap rupiah pada periode akhir September hingga awal Oktober 2025 cenderung membuat rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS.
Hal ini terjadi karena kekhawatiran pasar terhadap penutupan AS menekan indeks dolar, sehingga investor mengalihkan ke aset selain dolar, termasuk rupiah. Namun penguatan rupiah ini hanya berada pada kisaran sempit dan fluktuatif, dengan adanya faktor intimidasi politik dan ekonomi global yang ikut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Rupiah menguat tipis karena pelemahan dolar AS akibat pemancaran yang ditimbulkan dari potensi atau terjadinya shutdown pemerintah AS. Penguatan ini terlihat pada level sekitar Rp16.620 hingga Rp16.670 per dolar AS di akhir September hingga awal Oktober 2025.
Shutdown menyebabkan investor mengurangi eksposur pada dolar AS dan mencari aset alternatif, memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat secara temporer.
Faktor risiko eksternal meningkat, termasuk kebuntuan politik anggaran AS dan isu tarif baru, yang meningkatkan daya tarik pasar global dan mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Rupiah masih sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik dan ekonomi di AS serta kebijakan domestik Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar.