PMK 81/2025 Bikin Pusing! Dana Desa 102 Desa Mandek, Pembangunan Terhenti Akibat Utang
Suasana Kantor DPRD Rejang Lebong memanas pada Senin (1/12) setelah perwakilan dari 102 desa datang menggelar audiensi dengan Komisi I.
Kedatangan mereka bertujuan mencari kejelasan terkait Dana Desa (DD) Tahap II Non Earmark yang tak kunjung bisa dicairkan sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025.
Dari total 122 desa di wilayah tersebut, sebagian besar pencairannya masih terhambat.
Baca Juga: Buntut Perangkat Desa Mundur? Lubuk Belimbing I Jadi Satu-Satunya yang Belum Cairkan DD/ADD Tahap II
Padahal, desa-desa itu telah lebih dulu mengerjakan berbagai kegiatan fisik menggunakan dana talangan atau utang, dengan keyakinan bahwa pencairan tahap berikutnya dapat menutup pembiayaan pembangunan yang telah berjalan.
PMK 81/2025 Dinilai Mendadak dan Merugikan Desa
Baca Juga: Demi Kemajuan Ekonomi Lembak, Bupati Fikri Instruksikan Perangkat Desa Jaga Keamanan: Bukan Tugas Polisi Saja!
Ketua APDESI Rejang Lebong, Sofian Efendi, menyampaikan bahwa terbitnya PMK 81/2025 membuat pemerintah desa berada dalam posisi sulit.
Menurutnya, aturan tersebut diberlakukan secara tiba-tiba tanpa sosialisasi sebelumnya.
“Pemerintah desa baru mengetahui PMK itu sekitar tanggal 26 November, padahal aturan mulai berlaku sejak 19 November. Sebanyak 102 desa sudah melaksanakan kegiatan fisik hingga 80 sampai 100 persen. Semuanya dikerjakan dengan dana pinjaman,” ungkap Sofian.
Ia menilai kondisi ini sangat merugikan desa-desa yang telah menyusun dan melaksanakan pembangunan sesuai mekanisme yang berlaku. Kekecewaan ini juga disuarakan oleh berbagai kepala desa.
Bahkan, beberapa di antaranya mewacanakan aksi mogok kerja apabila pemerintah pusat tidak memberikan solusi.
“Kami tidak ingin mogok kerja. Tetapi, jika tidak ada keputusan yang memihak kepada desa, opsi itu akan tetap dibahas di tingkat desa,” ujar Sofian.
Dana Desa Macet 102 Kades Geruduk Dprd Rejang Lebong
Tuntut Pencabutan Aturan hingga Wacana Aksi di Jakarta
Dalam forum itu, APDESI meminta agar PMK 81/2025 dicabut atau direvisi. Alternatif lainnya, kegiatan non earmark yang telah terlaksana dapat dimasukkan sebagai Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) di tahun anggaran berikutnya, sehingga program pembangunan yang telah dijanjikan kepada masyarakat tetap berjalan sebagaimana tertuang dalam APBDes 2025.
Tak hanya itu, APDESI juga menyampaikan kesiapan mereka untuk menggelar aksi demonstrasi di Jakarta pada 6 Desember mendatang apabila respons dari pemerintah pusat tidak kunjung ada.
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Komisi I DPRD Rejang Lebong, Hidayatullah, menegaskan bahwa langkah yang dilakukan pemerintah desa tidak menyalahi aturan.
Ia menyebutkan bahwa seluruh proses musyawarah desa hingga perencanaan kegiatan telah berjalan sesuai mekanisme.
“Pemerintah desa sudah bekerja sesuai jalur. Tidak ada yang salah dari apa yang mereka lakukan. Tugas kami adalah membawa persoalan ini ke tingkat pusat, termasuk ke DPR RI,” kata Hidayatullah.
Ia berharap pemerintah pusat dapat lebih memperhatikan kondisi desa dan memastikan kejadian serupa tidak kembali terulang.
“Kami ingin tahun depan tidak ada lagi persoalan seperti ini,” ujarnya.
Meski diwarnai ketegangan, audiensi berlangsung tertib. Pemerintah desa berharap DPRD Rejang Lebong dapat menjadi penyambung aspirasi sehingga hambatan pencairan Dana Desa Tahap II Non Earmark segera mendapatkan solusi, demi keberlanjutan pembangunan dan terjaganya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.