Profil KH Raden Khozin, Pendiri Ponpes Al Khoziny yang Puluhan Santrinya Meninggal

Seminggu berlalu sejak tragedi memilukan yang menimpa Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Bangunan musala putra di salah satu pesantren tertua di Jawa Timur itu ambruk pada Senin (29/9/2025) sekitar pukul 15.00 WIB, saat para santri sedang melaksanakan salat asar berjamaah.
Hingga Senin (6/10/2025), peristiwa nahas itu telah menelan korban jiwa lebih dari 50 santri dan ratusan lain mengalami luka-luka, menyisakan duka mendalam bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia.
Tragedi tersebut membuat publik menyoroti sejarah panjang dan peran besar pesantren yang dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa Timur ini.
Baca Juga: Sosok Aaron Simatupang, Dokter TNI Pertaruhkan Nyawa Evakuasi Korban Musala Ambruk Ponpes Al Khoziny
Pondok Pesantren Al Khoziny, yang terletak di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, lebih dikenal masyarakat sebagai Pesantren Buduran.
Pesantren ini berdiri sejak sekitar tahun 1920-an dan didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin atau yang akrab dikenal dengan nama Kiai Khozin. Namanya diabadikan menjadi nama pesantren sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan dedikasinya dalam mengembangkan pendidikan Islam.
Baca Juga: Update Operasi SAR Insiden Ponpes Al Khoziny: 108 Dievakuasi 5 Meninggal
Profil Kiai Khozin, Pendiri Ponpes Al Khoziny
Kiai Khozin dikenal sebagai ulama karismatik dan sosok pendidik yang berpengaruh besar di Jawa Timur. Beliau lahir sekitar tahun 1875 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, dengan nama lengkap KH Moch Khozin bin Kiai Khoiruddin bin Ghazali bin R Mustofa.
Sejak kecil, Kiai Khozin dibimbing kedua orangtuanya untuk membaca dan menulis Al-Qur’an serta dibekali pendidikan akhlak yang kuat. Ia menimba ilmu ke berbagai daerah, termasuk Malang, Pasuruan, dan Madura, hingga akhirnya menetap di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Buduran pada tahun 1895 sebagai santri KH Ya’qub.
Kiai Khozin
Ketekunan dan ketawaduannya membuat KH Ya’qub terkesan dan menjodohkannya dengan putrinya, Siti Fatimah. Dari pernikahan dengan Siti Fatimah, lahirlah putra mereka, KH Moch Abbas.
Namun, dalam perjalanannya menimba ilmu ke Makkah, Siti Fatimah wafat dan dimakamkan di Tanah Suci. Sepulang dari Makkah, Kiai Khozin menikah dengan Siti Maimunah, putri dari KH Khamdani.
Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai enam anak, yaitu Afifah, Sholhah, Siti Zubaidah, Basuni, Mushinah, dan Ruqoyyah.
Ia kemudian kembali ke Tanah Air dan melanjutkan kiprahnya di dunia pendidikan Islam, hingga pada tahun 1927 diangkat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah untuk periode ke-3.
Pada masa kepemimpinannya, Pondok Al-Hamdaniyah mengalami masa kejayaan. Santri datang dari berbagai penjuru Nusantara untuk menimba ilmu agama. Kiai Khozin dikenal menekankan pentingnya akhlak, ketaatan kepada orang tua dan guru, serta disiplin dalam ibadah.
Selain mengasuh Pondok Al-Hamdaniyah di Siwalan Panji Sidoarjo, Kiai Khozin juga mendirikan pesantren baru di Desa Buduran pada tahun yang sama. Awalnya, pondok tersebut dibangun sebagai tempat tinggal bagi putranya, KH Moch Abbas, yang baru pulang dari menimba ilmu di Makkah.
Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo. (nu jatim)
Melihat antusiasme masyarakat sekitar, tempat itu kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran. Pesantren Al Khoziny berkembang pesat di bawah bimbingan KH Moch Abbas dan menjadi salah satu pusat dakwah Islam terkemuka di Jawa Timur.
Selain berfokus pada pendidikan agama, Kiai Khozin juga dikenal sebagai tokoh yang menanamkan semangat perjuangan dan cinta tanah air. Ia turut menyiapkan kader-kader muda yang tidak hanya paham agama, tetapi juga memiliki semangat kebangsaan yang tinggi.
Kiai Khozin wafat sekitar tahun 1955 dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah. Meskipun telah tiada, warisan keilmuan dan perjuangannya tetap hidup melalui pesantren yang ia dirikan.
Hingga kini, Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran tetap menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh, meneruskan visi dan keteladanan sang pendiri dalam mencetak generasi penerus bangsa yang beriman dan berilmu.