Profil Toba Pulp Lestari, Perusahaan Pulp Diusulkan Bobby Nasution untuk Ditutup
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menyatakan akan mengeluarkan surat rekomendasi penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Langkah ini menjadi tindak lanjut dari aksi ribuan warga yang mendesak TPL ditutup.
Keputusan itu ia ungkapkan usai rapat bersama pemuka agama dan organisasi masyarakat adat pada Senin, 24 November 2025. Pertemuan berlangsung di kantor Gubernur Sumut dengan menghadirkan Ephorus HKBP Victor Tinambunan, Gerakan Oikumenis Keadilan Ekologis, hingga Aman Tano Batak.
Bobby Nasution menegaskan akan menandatangani surat rekomendasi penutupan TPL dalam waktu satu minggu. Ia menekankan bahwa rekomendasi tersebut merupakan hasil diskusi bersama berbagai pihak terkait.
Baca Juga: Bikin Resah Warga, 3 Pemadat Sabu di Toba Ditangkap
“Kami pemerintah provinsi hanya bisa memberikan surat rekomendasi penutupan TPL ke pemerintah pusat. Adapun wewenang untuk menutup TPL di tangan pemerintah pusat," ujarnya.
“Harus ada pandangan-pandangan bagaimana dengan tenaga kerja di sana, harus ada solusinya juga,” lanjutnya.
Baca Juga: Hakim Tipikor Minta Bobby Nasution Dihadirkan di Persidangan, Begini Respons KPK
Profil Perusahaan Toba Pulp Lestari
PT Toba Pulp Lestari adalah perusahaan industri pulp dan serat selulosa berbasis kehutanan yang didirikan pada 1983. Perusahaan ini mengelola konsesi hutan tanaman industri untuk memproduksi pulp berbahan baku eukaliptus.
TPL berafiliasi dengan Royal Golden Eagle (RGE) dan memiliki fasilitas pabrik di Toba, Sumatera Utara.
Nama TPL sejak lama identik dengan kontroversi agraria dan lingkungan. Perusahaan kerap dituding merampas tanah adat, melakukan penggusuran, serta menimbulkan kerusakan ekosistem.
Pada September lalu, konflik antara warga adat dan TPL kembali memuncak di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun. PT TPL diduga menutup akses jalan dengan portal dan membuat lubang sehingga warga tidak dapat ke ladang dan sumber air bersih.
Desakan penutupan TPL juga datang dari berbagai tokoh dan organisasi masyarakat. Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, Anggiat Sinaga, menegaskan TPL adalah “simbol kolonialisme modern” yang merampas tanah adat.
“TPL ancaman bagi Masyarakat Adat. Kami menuntut seluruh izin konsesi TPL dicabut, hentikan operasionalnya dan kembalikan seluruh tanah adat,” serunya.
Sementara itu, Direktur KSPPM Rocky Pasaribu mengungkap temuan bahwa sekitar 33.000 hektare konsesi TPL di Samosir berada di atas kawasan tidak legal. Ia menyebut terjadi penebangan besar-besaran bahkan hingga tahun sebelumnya.
“Sejak 23 tahun lalu, TPL beroperasi di wilayah yang seharusnya tidak boleh disentuh,” ungkapnya.
Gubernur Bobby kini berjanji membawa aspirasi rakyat Sumut ke pemerintah pusat melalui rekomendasi resmi. Meski keputusan akhir berada pada pemerintah pusat, langkah ini menjadi sinyal bahwa tekanan publik terhadap TPL semakin kuat.
Masyarakat adat dan kelompok lingkungan menegaskan bahwa perjuangan akan terus berlanjut hingga perusahaan itu benar-benar angkat kaki dari tanah leluhur mereka.