Hukum

Resmi! MK Hapus Presidential Threshold: Langgar Moralitas dan Rasionalitas

Rizki Nurmansyah
Kamis, 02 Januari 2025 | 16:54 WIB
Resmi! MK Hapus Presidential Threshold: Langgar Moralitas dan Rasionalitas
Suasana sidang putusan ketentuan penghapusan presidential threshold di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). [Dok. MK]

Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

rb-1

MK menilai ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945.

Keputusan penghapusan presidential threshold diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Baca Juga: MK Gelar Sidang Perdana Gugatan Pilkada Medan, Begini Reaksi Ketua KPU Medan

rb-3

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.

Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.

Dalam konteks tersebut, MK menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, merupakan bentuk ketidakadilan.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Tentang Ancaman Hukuman Koruptor Minimal Dua Tahun Penjara

"Selain itu, dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Saldi.

Dalam batas penalaran yang wajar, MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional. Atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Saldi mengatakan penerapan presidential threshold terbukti tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu.

Di sisi lain, penetapan besaran atau persentasenya dinilai tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

"Dalam konteks itu, sulit bagi partai politik yang merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk dinilai tidak memiliki benturan kepentingan," imbuh Saldi.

MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

Sekalipun Pilpres dilaksanakan serentak dengan Pileg, sejatinya mandat rakyat atau pemilih diberikan secara terpisah.

Gedung Mahkamah Konstitusi atau MK.

Menurut MK, menggunakan presidential threshold berdasarkan perolehan suara atau kursi DPR memaksakan logika sistem parlementer dalam praktik sistem presidensial Indonesia.

Karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

"Sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya. Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapa pun besaran atau angka persentasenva adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945," katanya.

Atas pertimbangan di atas, MK menyimpulkan pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Akan tetapi, terdapat dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Perkara ini dimohonkan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Tag Presidential threshold MK MK Hapus Presidential Threshold Mahkamah Konstitusi

Terkini