Sejarah Presidential Threshold di Indonesia, Kini Dihapus Mahkamah Konstitusi
Nasional

Kabar mengejutkan datang dari Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. MK Menghapus ketetentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen.
Hal tersebut berdasarkan pembacaan keputusan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 pada hari ini, Kamis (2/1/2025).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Baca Juga: Ini Dia Daftar 21 Poin Putusan MK Terkait Uji Materi UU Cipta Kerja
Menurut Suhartoyo, norma Pasal 222 Undang-undang Pemilu, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2027 nomor 182, tambahan Lembaran Negara RI nomor 6109 bertentangan dengan UUD 1945 dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Hakim MK lainnya, Saldi Isra mengatakan, penentuan ambang batas juga melanggar moralitas, rasionalitas dan keadilan.
Sama seperti Suhartoyo, Saldi Isra juga menilai presidential threshold secara nyata bertentangan dengan UUD 1945.
Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024, Ini Daftar "Amicus Curiae" Terbanyak Sepanjang Sejarah MK
"Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyengkut besaran atau angka presentasi ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Saldi Isra.
Bagaimanakah sejarah presidential threshold di Indonesia? Berikut ulasannya.
Pemilu 2004
Di Indonesia, presidential threshold pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Pasal 5 Ayat 4 UU itu deisebutkan, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang sekurang-kurangnya memproleh 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.
Ketentuan ini lantas menjadi dasar dan pertama kali diterapkan pada Pemilu 2004, bersamaan dengan pertama kalinya digelar pemilihan presiden secara langsung di Indonesia.
Pemilu 2009
Lima tahun kemudian, pada Pilpres 2009, besaran presidential threshold berubah, seiring dengan berubahnya UU pemilu.
Ketika itu, calon presiden dan dalon wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.
Ketentuan itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008. Dan dengan adanya ketentuan itu, ada tiga pasangan calon yang bertarung di Pilpres 2009.
Mereka adalah Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Dan dalam Pilpres 2004, pasangan calon SBY-Budiono keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 60,8 persen.
Pemilu 2014
Pada Pilpres 2014, besaran presidential threshold tidak berubah dan tetap mengaku pada UU Nomor 42 Tahun 2008.
Sama seperti Pilpres 2009, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pileg.
Ketika itu ada dua pasangan calon yang bertarung, yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Paslon Jokowi-JK menjadi pemenang pilpres dengan perolehan suara 53,15 persen, unggal dari Prabowo-Hatta yang memperoleh suara 46,85 persen.
Pemilu 2019
Pada Pilpres 2019, besaran presidential threshold kembali berubah, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 222 UU itu disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Pilpres 2019 diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Jokowi-Maruf Amin dan Prabowo Sandiaga Uno.
Dan Jokowi-Maruf keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 55,5 persen, sementara Prabowo-Sandi mengantongi 44,5 persen suara.
Pemilu 2024
Pada Pilpres 2024, besaran presidential threshold yang digunakan tak berubah, salam seperti Pilpres 2019, yakni 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Namun kini, ketentuan tersebut telah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi.