Soal RUU ASN, Komisi II DPR Ungkap 2 Urgensi Harus Direvisi Lagi
Nasional

Komisi II DPR RI mengungkapkan dua urgensi utama dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), meskipun UU tersebut baru disahkan pada tahun 2023.
Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa revisi ini penting untuk memperkuat netralitas ASN dalam pemilu dan memperbaiki sistem karier berbasis meritokrasi di birokrasi.
"Dari pelaksanaan Pileg, Pilpres, dan Pilkada dalam konteks ASN, kita menemukan banyak sekali ketidaknetralan ASN, terutama dalam Pilkada kita," kata Rifqi kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/4).
Baca Juga: Soal Uang Baru, DPR: Inovasi Keren, Kurangi Angka Pemalsuan
Adapun, pihaknya mendapat penugasan langsung dari Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk segera membahas RUU ASN.
"Komisi II mendapatkan penugasan dari Badan Legislasi DPR, untuk membahas RUU ASN," ungkap Rifqi.
Komisi II menilai, ASN di daerah, terutama eselon II seperti para kepala dinas, sekda dituntut untuk netral. Tapi, di sisi yang lain, mereka harus menunjukkan loyalitasnya kepada para kepala daerah.
Baca Juga: Komisi VIII DPR: Harus ada Solusi Terkait Jemaah Haji yang Tertunda Keberangkatannya
"Nah, pada posisi ini terjadilah ketidaknetralan. Itu satu," ucap Rifqi.
Komisi II berpandangan meritokrasi sistem di pemerintahan daerah sangat jomplang antara satu daerah dengan daerah yang lain. Terlebih jika dibandingkan dengan kementerian/lembaga.
"Orang dengan kapasitas tertentu, di daerah tertentu, misalnya begini, dia dapat scholarship S2, S3 di luar negeri. Begitu pulang dapat PhD, balik ke pemerintah kabupaten tertentu. Harusnya kan dia mewarnai dan mengembangkan birokrasi, yang ada terbalik," kata Rifqi.
"Kapasitasnya itu destruktif, menurun dia. Karena lingkungannya tidak sebanding dengan kapasitasnya. Nah, orang-orang seperti ini kan harus kita kasih ruang, agar kemudian dia memungkinkan untuk menjadi pejabat dengan kapasitas yang baik secara nasional," tutur dia.
Oleh sebab itu, salah satu Pasal yang akan direvisi yakni pengangkatan, pemberhentian dan mutasi ASN untuk eselon II ke atas akan dilakukan pemerintah pusat.
"Nah, karena dua hal inilah, kemudian ada pikiran untuk menarik pengangkatan, pemberhentian, termasuk mutasi eselon II ke atas, itu dilakukan oleh pemerintah pusat," kata politisi Nasdem ini.
Komisi II menjelaskan, tidak ada masalah jika mutasi, pengangkatan dan pemberhentian ASN dilakukan pemerintah pusat. Sebab, masalah ini juga sudah diatur dalam UU ASN yang berlaku.
"Karena dalam ketentuan konstitusi, kekuasaan tertinggi terkait dengan pemerintahan itu ada di tangan Presiden dan dalam konteks aparatur negara. Presiden kemudian bisa melakukan kekuasaan itu, termasuk melakukan mutasi, promosi, dan seterusnya. Sebetulnya undang-undang nomor 20 tahun 2023 sudah mengisyaratkan itu," jelas Rifqi.
Langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang profesional, netral, dan berbasis kompetensi, serta memperkuat integritas ASN dalam menjalankan tugasnya.
"Tetapi kemudian implementasinya belum merata secara nasional. Saya kira itu," tuturnya.