Apakah di Gugus Bintang juga Ada Materi Gelap?

Teknologi

Kamis, 26 Desember 2024 | 05:32 WIB
Apakah di Gugus Bintang juga Ada Materi Gelap?
Ilustrasi/Foto: pexels.com

Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin mengungkapkan, alam semesta adalah segala sesuatu yang ada, yang pernah ada, dan yang akan ada. Menurutnya, alam semesta mencakup seluruh ruang, waktu, materi, dan energi yang kita ketahui.

rb-1

“Jika dibayangkan alam semesta sebagai sebuah lautan yang sangat luas, bumi kita tata surya, bahkan galaksi kita hanyalah setitik buih kecil,” kata Thomas saat menjadi moderator pada Webinar Antariksa bertajuk “Does Dark Matter Exist within Globular Clusters?”

Alam semesta yang kita ketahui terdapat planet, bintang, dan galaksi sesungguhnya mengandung energi gelap dan materi gelap, sesuatu yang diyakini adanya, tetapi tidak terlihat atau tidak diketahui hakikatnya.

Baca Juga: Regulasi Wajibkan Gedung Bertingkat Pasang <i>Water Mist</i> Digodok

rb-3

Energi gelap menggerakan pengembangan alam semesta yang cenderung dipercepat. Ada juga materi gelap mencakup 90 persen dari massa. “Materi di alam semesta itu 90 persennya adalah materi gelap. Hanya 10 persen saja yang tampak sebagai bintang atau sebagai galaksi,” sambungnya, dikutip dari keterangan Humas BRIN

Foto: Humas BRIN

Menurut Dekan Kyoto International University Japan, Eliani Ardi, dark matter atau materi gelap yang dimaksud adalah substansi misterius yang tidak memancarkan cahaya, namun memiliki massa gravitasi. Keberadaan dari materi gelap disimpulkan merupakan efek gravitasi yang ditimbulkannya pada benda-benda langit lainnya. Pada sebagian besar manusia, ini sudah diketahui sebagai black hole atau lubang hitam.

“Apakah di globular cluster (gugus bola) itu juga ada materi gelap?” ungkap Eliani.

Baca Juga: Rawan Gempa, BRIN Petakan Sesar dari Ujung Kulon hingga Banyuwangi

Menjawab pertanyaan tersebut wanita diaspora Indonesia yang sudah berkarir sebagai dosen dan peneliti astronomi sejak awal 2000-an ini memberikan pandangannya. Kata Eliani, jika dilihat dari dinamika bintang-bintangnya ternyata ada kemiripin atau flattening pada kurva rotasi bintang-bintang anggota gugus.

Flattening adalah pola kurva rotasi yang relatif datar, artinya ada dinamika yang menggerakan bintang-bintang di bagian tepi gugus yang bergerak lebih cepat dari semestinya. Dengan memperhitungkan bintang-bintang yang tampak, kurva rotasi itu mestinya menurun.

Eliani merinci, cara membuktikannya tidak bisa menggunakan pengamatan, karena materi gelap tidak bisa teramati langsung. Sehingga, dirinya menggunakan simulasi numerik dengan N-body problem perhitungan dinamika dengan banyak partikel materi.

Hasil penelitiannya menunjukkan, materi gelap ada di gugus bola itu yang menyebabkan pola flattening pada kurva rotasi tersebut. Proporsi dari materi gelap dan bintang-bintang kian bertambah ke arah tepi. “Pada pusat gugus bola materi gelap sekitar 10 persen, tetapi di arah tepi gugus mencapai sekitar 80 persen,” terangnya.

Selain pada globular cluster atau gugus bola, dipastikan dark matter ada juga pada galaksi Bimasakti. Hal itu diketahui dari kurva kecepatan bintang-bintangnya. Menurut sarjana astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyelesaikan master dan doktor di Universitas Kyoto tersebut, jika memperhitungkan bintang-bintang yang tampak saja, kurvanya semestinya menurun karena semakin jauh dari pusat itu kecepatannya makin rendah, sesuai hukum Kepler.

Namun kenyataannya, kecepatan bintang-bintang di bagian tepi galaksi justru cenderung bergerak lebih cepat dengan pola kurva datar. “Artinya, ada materi gelap yang mempengaruhi dinamika dari bintang-bintang tersebut, yaitu lubang hitam yang sangat masif di pusat galaksi,” jelasnya.

Eliani menambahkan, keberadaa gugus bola berada di luar galaksi Bimasakti dan mengitarinya. Gaya pasang surut eksternal dari galaksi tersebut berdampak pada berkurangnya materi gelap di bagian luar gugus,” pungkas Eliani.***

Tag BRIN Riset Antariksa

Terkini