Biarkan Satwa Liar di Alam: Bukan untuk Dipelihara

Daerah

Senin, 20 November 2023 | 00:00 WIB
Biarkan Satwa Liar di Alam: Bukan untuk Dipelihara

FTNews, Jakarta - Seorang asisten rumah tangga (ART) di Samarinda, Kalimantan Timur, Suprianda (27) tewas diterkam harimau sumatera milik majikannya berinisial Ar, Sabtu (18/11) Lalu. Diketahui Ar sudah memelihara satwa liar tersebut sejak tiga tahun lalu.

rb-1

Suprianda tengah membersihkan kolam di rumah Ar saat pagi hari dan secara tiba-tiba diterkam satwa tersebut.

"Dia memang disuruh bosnya kasih makan harimau itu," ungkap Hanifah, adik korban.

Baca Juga: Lantaran Murah, Minyak Goreng jadi Barang Langka

rb-3

Akibat terkaman satwa liar tersebut, tubuh Suprianda mengalami luka parah dan nyawanya tidak tertolong. Korban meninggal dunia di lokasi.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim Kombes Pol Yusuf Sutejo mengatakan, Ar sudah ditahan pihak kepolisian setelah insiden tersebut. Yusuf melanjutkan, polisi tengah menyelidiki dugaan kelalaian dan perizinan kepemilikan harimau sumatera itu.

"Dari hasil sementara tidak ada izin," ungkapnya, Minggu (19/11).

Baca Juga: PMI Kota Tangerang Luncurkan Aplikasi di Hari Ulang Tahunnya

Satwa Liar Bukan Peliharaan

Rimbang Baling Bukit Betabuh, Batang Hari Project Executant WWF Indonesia Febri Widodo menyampaikan duka cita atas insiden ini. Namun demikian, ia menegaskan bahwa satwa liar bukan hewan peliharaan.

“Satwa liar tempatnya di alam, bukan jadi satwa peliharaan. Sifat liarnya tidak akan hilang, bisa muncul sewaktu-waktu,” ujar Febri pada FTNews, di Jakarta, Senin (20/11).

Febri mengungkapkan, masyarakat umum tidak memungkinkan memelihara satwa liar dilindungi. Namun, bagi lembaga ex-situ–lembaga konservasi pelestarian alam yang diluar habitat aslinya bisa memelihara hewan tersebut dengan persyaratan ketat.

“Pada dasarnya menurut Peraturan Menteri LHK RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tidak memungkinkan bagi individu untuk memelihara satwa liar dilindungi,” tambahnya.

Kejadian Serupa

Kejadian serupa terjadi pada tahun 2020. Kala itu West Mathewson, seorang konservasionis diterkam dua ekor singa peliharaannya sendiri hingga akhirnya tewas mengenaskan.

Ketika itu kedua singa peliharaan Mathewson berkelahi saat dirinya tengah sedang berjalan di taman safari milik keluarga di Provinsi Limpopo, Afrika Selatan.

Selanjutnya, Kelly Ann Walls asal Amerika Serikat tewas diserang beruang peliharaannya. Hal itu terjadi ketika ia sedang membersihkan kandang beruang tersebut. Walls yang kehabisan pasokan makanan, secara sengaja memberi makan beruang itu dengan seekor anjing.

Kelly diketahui memiliki tiga ekor hewan liar, yaitu harimau bengal, singa afrika dan beruang. Semua satwa tersebut ia tempatkan dalam kandang berbeda dan terpisah dari rumah.

Awalnya keluarga menduga Kelly tewas dimakan oleh singa atau harimau peliharaannya. Kemudian, tetangga yang melihat insiden tersebut langsung menembak beruang peliharaan Kelly.

Terbaru, Andi Sukerman (33), warga Pekanbaru tewas diterkam harimau sumatera pada April 2023 lalu. Tubuhnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam Provinsi Riau mengungkapkan korban meninggal karena interaksi negatif dengan satwa tersebut berdasarkan pantauan kamera pengawas.

satwa liarsatwa liar Petugas sedang memberi susu pada salah satu hewan liar dilundingi di Taman Safari Indonesia. (Foto; ANTARA)

Izin Lembaga Konservasi Memelihara Satwa Liar

Febri menyebut, untuk memelihara satwa dilindungi memerlukan izin dari pemerintah serta syarat-syarat, seperti kesiapan SDM dan infrastruktur.

“Kemudian satwa yang dipelihara juga bukan merupakan satwa hasil tangkapan dari alam,” ungkapnya.

Adapun izin lembaga konservasi tertuang dalam peraturan Menteri kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.63/Menhut-II/2013 Tentang Tata Cara memperoleh Spesimen Tumbuhan Dan Satwa liar Untuk Lembaga Konservasi.

Dalam Pasal 38 ayat (1) menyebutkan izin perolehan spesimen tumbuhan dan satwa liar dilindungi yang berasal dari alam untuk kepentingan umum, diajukan melalui permohonan oleh lembaga konservasi kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.

Selanjutnya, pada ayat (2) menyebutkan, lembaga konservasi harus menyiapkan persyaratan seperti, kajian ilmiah komprehensif yang memuat informasi mengenai jenis, jumlah, jenis kelamin, umur atau ukuran, wilayah pengambilan, dan keberadaan populasi.

Kedua, proposal dan rencana kerja. Lalu, rekomendasi dari Otoritas Keilmuan bahwa pengambilan atau penangkapan yang dimohonkan tidak akan merusak populasi di habitat alam. Terakhir, kajian teknis dan rekomendasi dari Kepala UPT setempat.

Langkah Pengawasan BKSDA

Dengan adanya insiden yang terjadi penyerangan hewan liar di Samarinda ini menjadi cerminan bahwa pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tidak optimal.

“Efektivitas pengawasan memang masih belum optimal karena keterbatasan yang ada, serta masyarakat juga memanfaatkan celah-celah yang memungkinkan melakukan pelanggaran. Partisipasi aktif masyarakat untuk membantu monitoring akan banyak membantu pemerintah,” ungkap Febri.

Pemerintah, kata Febri, harus meningkatkan efektivitas penegakan pengawasan peredaran satwa. Selain itu, memberikan sanksi berat bagi individu yang memelihara satwa liar dilindungi.

Tag Daerah Kementerian LHK Satwa Liar WWF Indonesia

Terkini