DPR AS Dilarang Pakai WhatsApp, Khawatir Serangan Siber
Teknologi
.jpg)
Pemerintah Amerika Serikat resmi melarang aplikasi WhatsApp digunakan di seluruh perangkat milik staf Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya memperketat keamanan siber di lingkungan legislatif.
Kepala Petugas Administrasi DPR AS, Catherine Szpindor, menyampaikan bahwa perlindungan terhadap data anggota dan staf DPR merupakan prioritas utama. Karena itu, pihaknya secara rutin meninjau dan memperbarui daftar aplikasi yang diizinkan digunakan di perangkat DPR.
"Kami selalu mengevaluasi potensi ancaman siber yang bisa membahayakan data penting milik DPR. Oleh karena itu, kami mengeluarkan WhatsApp dari daftar aplikasi yang diperbolehkan," ujar Szpindor dalam pernyataan resminya, dikutip dari The Hill pada Senin (17/6/2025).
Baca Juga: Jerome Polin Hitung Ulang Tunjangan Beras DPR Rp12 Juta, Hasilnya Mengejutkan
WhatsApp Berisiko Tinggi
Ilustrasi logo WhatsApp. (Meta AI)
Baca Juga: Ada Tsunami Rusia, Warga Pesisir AS Diminta Mengungsi
Dalam email resmi yang pertama kali diungkapkan oleh Axios, disebutkan bahwa WhatsApp dinilai sebagai aplikasi berisiko tinggi. Penilaian ini diberikan karena minimnya transparansi dalam perlindungan data pengguna, tidak adanya enkripsi untuk data yang disimpan, serta adanya potensi celah keamanan lainnya.
Akibatnya, staf DPR kini dilarang mengunduh, menyimpan, maupun mengakses WhatsApp di semua perangkat milik lembaga, baik ponsel maupun komputer desktop, termasuk lewat browser.
WhatsApp, yang merupakan bagian dari Meta—perusahaan induk Facebook dan Instagram—menanggapi larangan ini dengan menyayangkan keputusan tersebut.
"Kami memahami banyak anggota kongres dan staf menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi. Kami berharap DPR dapat mempertimbangkan ulang agar tetap bisa menggunakan layanan ini seperti rekan-rekan mereka di Senat," ujar juru bicara Meta, Andy Stone, di media sosial X.
Fitur Enkripsi End-to-End
Ilustrasi logo WhatsApp. (Meta AI)
Stone juga menekankan bahwa WhatsApp sudah dilengkapi fitur enkripsi end-to-end secara default, sehingga hanya pengirim dan penerima yang dapat membaca pesan—bahkan WhatsApp sendiri pun tak bisa mengaksesnya. "Tingkat perlindungan ini bahkan lebih baik dari sejumlah aplikasi lain yang justru masih diizinkan," katanya.
Keputusan pelarangan ini juga menyusul langkah serupa yang diambil DPR AS beberapa waktu lalu, ketika memperingatkan stafnya untuk tidak menggunakan DeepSeek—platform AI asal Tiongkok—karena dianggap mengancam keamanan data nasional.
Bahkan sejumlah senator bipartisan telah mengajukan rancangan undang-undang untuk melarang produk-produk dari perusahaan tersebut digunakan di perangkat dan jaringan pemerintah.
Sumber: The Hill