Penulisan Ulang Sejarah Nasional Banjir Sorotan, Bonnie: Belum Jelas Siapa 113 Orang Penulisnya
Politik
.jpg)
Proyek penulisan ulang Sejarah nasional terus mendapat sorotan. Baik soal materi juga terkait siapa penulis Sejarah yang dilibatkan, yang konon jumlah penulisnya mencapai 113 orang. Berbagai kalangan meminta agar Kementerian Kebudayaan yang memiliki proyek ini transparan, memaparkan dengan jelas nama-nama penulisnya.
Hal itu juga diungkap oleh Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana. Politisi PDI Perjuangan ini meminta adanya Kementerian Kebudayaan transparan dengan menyebut secara rinci nama-nama penulis ulang Sejarah nasional.
Karena menurutnya, hingga kini tidak pernah ada kejelasan di ruang publik mengenai siapa saja 113 orang yang disebut-sebut menjadi penulis dalam proyek besar tersebut. “Sampai hari ini kita tidak pernah tahu siapa 113 orang itu, hanya editor umumnya saja yang kita ketahui. Bahkan juga ada santer kabar, ada asisten yang mengerjakan,” tegas Bonnie, usai kunjungan kerja Komisi X DPR RI di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, dilansir laman resmi DPR RI.
Baca Juga: Aktivis Sosial Lieus Sungkarisma Meninggal Dunia
Foto: bonnietriyana.official
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR RI di bidang kebudayaan, khususnya terkait proyek penulisan sejarah nasional yang saat ini dikerjakan di bawah koordinasi Kementerian Kebudayaan.
Sejarawan harus Menulis Sendiri bukan Asisten
Baca Juga: Fadli Zon Kenang Momen Pertemuan dengan Titiek Puspa: Figur Berpengaruh dalam Industri Musik Tanah Air
Di Universitas Diponegoro, Komisi X mendengarkan masukan dari berbagai unsur masyarakat, mulai dari akademisi, pegiat budaya, sejarawan, aktivis, pemerhati budaya, hingga guru.
Ia melanjutkan, bila benar yang ditugaskan adalah para sejarawan dengan reputasi baik, maka mereka sendirilah yang seharusnya menulis, bukan menyerahkannya kepada asisten.
“Kalau misalkan 113 sejarawan ini reputasinya bagus, maka mestinya dialah yang mengerjakan, sehingga tanggung jawab intelektualnya, akademisnya, bahkan bobotnya bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Berharap Proyek Penulisan Ulang Sejarah Akuntabel, Dilakukan Orang Kompeten
Bonnie mengungkapkan bahwa sejak awal proyek penulisan ini dirancang pemerintah, dirinya bersama anggota Komisi X lainnya telah mendorong dilaksanakannya uji publik dan sosialisasi sedini mungkin, guna mencegah polemik. Namun kenyataannya, kontroversi tetap muncul akibat kurangnya keterbukaan.
“Sejak proyek ini bermula, saya adalah orang yang pertama mempertanyakan siapa yang menulis, dan juga saya yang mengusulkan saat itu bersama kami teman-teman di Komisi X juga untuk melaksanakan uji publik dan sosialisasi sesegera mungkin untuk menghindari kontroversi. Dan memang pada akhirnya tetap terjadi,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Uji Publik Jangan Formalitas Semata
Bonnie berharap penulisan ulang sejarah Indonesia ini benar-benar dilakukan secara akuntabel, dengan melibatkan para pihak yang memang kompeten dan diketahui publik. Terkait mekanisme uji publik, Bonnie mengingatkan agar uji publik tidak dijadikan formalitas semata, melainkan menjadi wadah nyata untuk menyerap masukan masyarakat secara luas.
“Dalam pelaksanaan uji publik pun secara serius, bukan seremoni saja, sehingga bisa menampung masukan banyak dari masyarakat yang pada akhirnya bisa menyempurnakan buku ini dan bisa memenuhi harapan masyarakat,” pungkasnya.
Diketahui, Komisi X menerima berbagai masukan kritis dan kekhawatiran dari publik. Salah satu hal yang mengemuka adalah dugaan bahwa proyek ini sarat target dan berpotensi diarahkan secara politis.
Banyak Anggota Komisi X juga meminta agar pengerjaan proyek ini tidak tergesa-gesa, dan diberi waktu yang cukup agar bisa menyerap berbagai perspektif dari seluruh elemen masyarakat. Bahkan, menurutnya, sebagian anggota Komisi X juga mendorong agar waktu pengerjaan diperpanjang demi hasil yang lebih mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan.***