Soal Pelanggaran Hak Cipta, Dirjen Razilu: Tuntutan Pidana Dapat Ditempuh jika Perdata Gagal

Hukum

Senin, 30 Juni 2025 | 20:53 WIB
Soal Pelanggaran Hak Cipta, Dirjen Razilu: Tuntutan Pidana Dapat Ditempuh jika Perdata Gagal
Gedung Mahkamah Konstitusi/Foto: dok MK

UU Hak Cipta merupakan administrative penal law yang berarti pidana adalah upaya terakhir (ultimum remedium) sehingga penyelesaian sengketa primer menggunakan jalur perdata seperti arbitrase/pengadilan niaga atau mediasi.

rb-1

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu yang mewakili Presiden dalam sidang pengujian materi Pasal 9 ayat 2, Pasal 9 ayat 3, Pasal 23 ayat 5, Pasal 81, Pasal 87 ayat 1, dan Pasal 113 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan agenda Mendengar Keterangan DPR dan Presiden untuk Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan 37/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi, Senin (30/6/2025).

“Tuntutan pidana hanya dapat diajukan jika upaya perdata gagal vide Pasal 95 ayat 4 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014,” ujar Razilu di hadapan para hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, dilansir mkri.

Baca Juga: Legislator Usul SIM Berlaku Seumur Hidup seperti KTP, Korlantas Ungkit Putusan MK

rb-3

Wajib Mediasi sebelum Tuntutan Pidana

Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu/Foto: Humas MKDirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu/Foto: Humas MK

Dia menjelaskan Pasal 95 ayat 4 UU Hak Cipta secara tegas mewajibkan mediasi terlebih dahulu sebelum melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait (selain pembajakan) sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca Juga: Kaesang Gagal Maju Pilkada, MK Menolak Gugatan Pengubahan Syarat Usia  

Alternatif penyelesaian sengketa/mediasi ini harus dilakukan secara resmi dan oleh badan resmi yang diakui oleh pemerintah seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta dituangkan di dalam berita acara mediasi di dalam pelaksanaannya.

Somasi Berbeda dengan Mediasi

Alternatif penyelesaian sengketa/mediasi sering disalahartikan, pada umumnya masyarakat menganggap somasi merupakan bentuk dari mediasi. Sedangkan kedua hal tersebut berbeda. Hasil kesepakatan mediasi harus dituangkan dalam berita acara mediasi baik untuk mediasi yang mencapai kata sepakat maupun tidak, karena akan menjadi landasan hukum apakah perkara pidananya akan berlanjut atau tidak.

Pemerintah menyatakan ketentuan Pasal 113 UU Hak Cipta yang mengatur tentang ketentuan pidana tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang itu sendiri.

Ketentuan dimaksud yaitu “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran Hak Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 huruf c, huruf d, huruf f dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)” adalah kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.

Pasal 113 UU Hak Cipta Memberi Efek Jera

Pemerintah menyebut tujuan Pasal 113 UU Hak Cipta untuk memberikan efek jera terhadap pelanggaran hak cipta dan hak terkait yang dilakukan secara komersial yang artinya dilakukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.

Pelanggaran hak cipta dan hak terkait (Neighboring Rights) yang dilakukan bukan untuk tujuan komersial (misalnya untuk penggunaan pribadi) tidak dikenakan sanksi pidana, tetapi bisa dikenakan sanksi perdata.

Pembajakan Merupakan Kejahatan Serius

Kemudian pada Pasal 113 ayat 4 UU Hak Cipta menegaskan pembajakan skala besar (misalnya produksi massal CD bajakan, distribusi film ilegal secara daring, dan lainnya) dianggap sebagai kejahatan serius dan diberikan ancaman hukuman yang jauh lebih berat.

Sementara jika suatu penggunaan ciptaan (misalnya, pertunjukan komersial) telah memenuhi kriteria three steps test (yaitu, merupakan kasus khusus, tidak bertentangan dengan eksploitasi normal, dan tidak merugikan kepentingan sah pencipta karena telah membayar royalti melalui LMK), maka secara logis, perbuatan tersebut seharusnya tidak dikualifikasikan sebagai "tanpa hak dan/atau tanpa izin" yang dapat dipidana.

Pelanggaran Hak Cipta Adalah Delik Aduan

Lebih lanjut ketentuan Pasal 120 UU Hak Cipta menegaskan pelanggaran hak cipta adalah delik aduan. Artinya, penegak hukum tidak dapat langsung memproses kasus tanpa adanya laporan atau pengaduan dari pencipta/pemegang hak cipta yang merasa dirugikan. Ini memberikan kontrol kepada pemegang hak untuk memutuskan apakah akan menempuh jalur pidana atau perdata (misalnya, menuntut ganti rugi). Prinsip ultimum remedium dan delik aduan ini berfungsi sebagai mekanisme checks and balances yang krusial terhadap potensi kriminalisasi yang tidak proporsional.

Ariel Noah, Armand Maulana Berpotensi Mengalami Masalah Hukum

Ariel Noah/Foto: Instagram ArielAriel Noah/Foto: Instagram Ariel

Dalam permohonannya, para Pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 yang terdiri dari Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, Nazriel Irham atau akrab disapa Ariel, bersama 27 musisi lainnya sebagai pelaku pertunjukan yang telah berkarya di industri musik Indonesia, berpotensi mengalami masalah hukum dari pasal-pasal yang diuji tersebut.

Pengujian ini berangkat dari beberapa kasus, misalnya yang dialami Agnes Monica atau lebih dikenal Agnezmo. Agnezmo digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja”, karena Agnezmo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias.

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memutus gugatan tersebut dengan menghukum Agnezmo mengganti rugi sebesar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias dan Agnezmo pun dilaporkan secara pidana ke polisi dengan tuduhan pelanggaran Pasal 113 ayat 2 UU Hak Cipta.***

Tag Mahkamah Konstitusi UU Hak Cipta Pelanggaran Hak Cipta

Terkini