BRIN Kembangkan Teknologi Pengenalan Suara dan Ekspresi Wajah

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan sejumlah hasil riset berbasis artificial intelligence (AI). Di antaranya yang tengah dikerjakan adalah speech recognition dan facial expression recognition, untuk mendukung aktivitas penyandang disabilitas.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN, Hilman Ferdinandus Pardede, menjelaskan bagaimana AI membantu pengguna disabilitas melalui pengenalan ucapan yang lebih alami dan efisien. Speech recognition membantu penyandang disabilitas yang kesulitan mendengar.
“Speech recognition membuat komunikasi menjadi lebih alami dan manusiawi. Tidak perlu menyentuh atau melihat, cukup dengan suara,” jelas Hilman, dalam webinar PRKAKS #03, bertajuk “Peran Serta Riset Berbasis AI untuk Mendukung Aktivitas Kawan Disabilitas”, dilansir Humas BRIN.
Baca Juga: Hati-hati! Virus Brokewell Bisa Kuras Rekening
Ilustrasi/Foto: Ron Lach, pexels.com
Hilman menambahkan riset di bidang pengenalan suara masih menghadapi tantangan besar, seperti adaptasi terhadap berbagai aksen, kebisingan lingkungan, dan kondisi pengguna yang beragam.
“Inovasi yang efisien dan hemat sumber daya sangat penting agar teknologi ini dapat diakses lebih luas, termasuk oleh pengguna dengan perangkat sederhana. Dengan begitu, AI benar-benar menjadi sarana pemerataan akses teknologi,” jelas Hilman.
Baca Juga: Bocah Temukan Bebek Karet di Pantai, Bukti Kejahatan Lingkungan
Facial Expression Recognition
Sementara itu, Perekayasa Ahli Madya PRKAKS BRIN, Gembong Satrio Wibowanto, menjelaskan facial expression recognition. Dia menyoroti bagaimana teknologi pengenalan ekspresi wajah dapat menjadi sarana komunikasi alternatif bagi individu dengan keterbatasan verbal.
“FER (facial expression recognition) menjadi salah satu bidang yang menarik karena bisa membantu mereka yang mengalami kesulitan berkomunikasi secara verbal,” ujar Gembong.
Dia menerangkan penelitian BRIN difokuskan pada pengembangan sistem yang adaptif terhadap ekspresi wajah pengguna dan dapat bekerja secara real-time.
“Teknologi ini diharapkan mampu mendeteksi emosi pengguna secara akurat sehingga interaksi antara manusia dan mesin dapat berlangsung lebih empatik dan intuitif,” harap Gembong.
Sejumlah Inovasi untuk Penyandang Disabilitas
Kepala PRKAKS BRIN, Anto Satriyo Nugroho, menegaskan teknologi harus dapat diakses semua pihak tanpa terkecuali. Dia mencontohkan berbagai inovasi yang telah membantu penyandang disabilitas dalam aktivitas sehari-hari.
“Beberapa contoh seperti screen reader bagi yang memiliki keterbatasan penglihatan atau speech recognition bagi mereka yang kesulitan mendengar, menunjukkan bagaimana AI dapat membantu aktivitas dan komunikasi,” ujar Anto.
Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, Rachmita Maun Harahap, menyoroti pentingnya perspektif hak dalam pengembangan teknologi. Dia menekankan teknologi harus dimanfaatkan untuk memperjuangkan kesetaraan, bukan sekadar bentuk belas kasihan.
“Teknologi itu bukan belas kasihan, tapi alat untuk memperjuangkan kesetaraan,” ungkap Rachmita.
Berbagai inovasi berbasis AI seperti speech-to-text dan text-to-speech, ujar Rachmita, telah membawa dampak besar bagi penyandang disabilitas netra maupun rungu.
“Teknologi tersebut tidak hanya mempermudah komunikasi, tetapi membuka peluang baru dalam dunia pendidikan dan pekerjaan. Kebijakan publik yang berpihak serta keterlibatan komunitas disabilitas dalam proses riset menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan ekosistem teknologi yang benar-benar inklusif,” pungkasnya.