Teknologi

BRIN: Pengembangan AI di Indonesia harus Berlandaskan Regulasi dan Etika

03 November 2025 | 23:43 WIB
BRIN: Pengembangan AI di Indonesia harus Berlandaskan Regulasi dan Etika
Ilustrasi [Foto: dok BRIN]

Strategi pengembangan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia harus berlandaskan regulasi dan etika yang kokoh agar teknologi tidak hanya canggih, tetapi juga berorientasi pada kemanusiaan

rb-1

Penegasan ini disampaikan Deputi Bidang Kebijakan Riset dan Inovasi - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Boediastoeti Ontowirjo. Menurutnya, human-centered AI yang beretika penting, bukan sekadar canggih.

Konsep human-centered AI, menurutnya, menjadi prinsip kunci membangun sistem AI yang tidak berisiko bagi manusia, melainkan mendukung adaptasi dan produktivitas masyarakat.

Baca Juga: Regulasi Wajibkan Gedung Bertingkat Pasang <i>Water Mist</i> Digodok

rb-3

Pendekatan ini sejalan dengan visi Indonesia untuk menciptakan inovasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ucapnya, dilansir laman BRIN.

Kepala Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN, Esa Prakarsa, menambahkan isu tata kelola dan kebijakan AI menjadi penting di tengah pesatnya penerapan teknologi ini dalam kehidupan sehari-hari. “Model AI governance di Indonesia perlu memperhatikan keberagaman sosial dan budaya agar sejalan dengan konteks kehidupan bernegara di Indonesia,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Kecerdasan Artifisial dan Ekosistem Teknologi Baru - Kementerian Komunikasi dan Digital, Ayu Widya Sari, menjelaskan arah dan strategi kebijakan nasional dalam pengembangan AI.

Baca Juga: Rawan Gempa, BRIN Petakan Sesar dari Ujung Kulon hingga Banyuwangi

Dia menjelaskan Indonesia telah memiliki Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional dengan visi membangun ekosistem AI yang etis dan bertanggung jawab untuk memperkuat daya saing global menuju Indonesia Emas 2045.

Pengembangan ekosistem AI nasional melibatkan tujuh aspek utama, mulai dari regulasi dan etika, pembiayaan, riset dan inovasi, infrastruktur data, hingga pengembangan talenta. “Kita masih dalam tahap tumbuh, sehingga kesadaran dan tanggung jawab etis harus ditumbuhkan terlebih dahulu,” tegasnya.

Ketua Komite Quad Helix Talent Development - Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS), Hendy Risdianyo Wijaya, menyampaikan pentingnya koordinasi dan orkestrasi dalam pengembangan ekosistem AI nasional.

“Kita sudah punya strategi dan peta jalan, tapi tantangan utamanya adalah bagaimana menerjemahkannya menjadi aksi yang terkoordinasi, serta siapa yang menjadi orkestratornya,” katanya.

Dia menggarisbawahi perlunya quad helix collaboration antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas. Menurutnya, tata kelola AI di Indonesia harus berakar pada nilai-nilai lokal dan Pancasila.

“Regulasi harus berbasis budaya, hukum, dan sosial lokal. Pendekatan co-creation dengan nilai luhur Pancasila menjadi kunci tata kelola AI yang sesuai dengan karakter bangsa,” tandas Hendy.

Tag BRIN Pengembangan AI AI yang Beretika